Jumat, 15 Mei 2009

Sekolah Wirausaha, Kenapa Tidak?

Para mahasiswa tidak semata mengenal dunia bisnis, karena mereka juga diwajibkan bekerja di panti jompo, panti asuhan, serta turun ke desa-desa mengajarkan masyarakat berbisnis
Jurang antara jumlah tenaga kerja dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia saat ini semakin lebar. Di bidang pendidikan tinggi, hal tersebut sedikit banyak telah meniupkan paradigma baru tentang kian perlunya kemampuan intelektual individu Indonesia untuk menciptakan bisnis atau wirausaha di segala bidang.


Tahun 2009, pemerintah memperkirakan angka pengangguran akan naik. Karena itu, angka pengangguran akan direvisi menjadi 8,3 atau 8,4 persen. Sebelumnya, pemerintah menargetkan penurunan angka pengangguran tahun ini mencapai 7-8 persen.

Hal itu disampaikan pekan lalu, Minggu (3/5), oleh Deputi Bidang Kemiskinan dan Ketenagakerjaan Bappenas Prasetijono Widjojo di sela-sela Sidang Tahunan Asian Development Bank (ADB) ke-42 di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali.

Menurut Prasetijono, pengangguran tahun ini kemungkinan di atas 8 persen. Tahun lalu, pemerintah menargetkan penurunan angka pengangguran di level 7-8 persen, tetapi besar kemungkinan angka tersebut naik, sekitar 8,3-8,4 persen.

Sulit dimungkiri, masih banyak penduduk Indonesia yang merupakan pengangguran terbuka. Hanya 0.18 persen dari total penduduk Indonesia menjadi wirausahawan. Angka itu sangat jauh tertinggal ketimbang China, yang mencapai dua persen, atau bahkan Singapura dengan jumlah enam sampai tujuh persen.

Tanpa wirausaha, perekonomian Indonesia masih akan terus tersendat untuk maju karena, ketimbang rasio jumlah penduduknya, negara kita akan terus kekurangan lapangan kerja.

Center for Entrepreneurship Development

Salah satu penyebab titik lemah ekonomi Indonesia adalah masih kurangnya jumlah perusahaan formal. Kemandirian pun belum merupakan kata kunci di mata masyararakat untuk memandang kemajuan bangsa ini.

Bisa dilihat, banyak perusahaan yang tumbuh besar saat ini karena diawali dengan model usaha kecil dan menengah (UKM) atau small medium enterprise. Mereka dimotori oleh semangat kewirausahaan yang kokoh sebagai penggerak roda perekonomian yang mampu menciptakan lapangan kerja baru.

Untuk itulah, pertumbuhan wirausahawan baru yang mampu menciptakan peluang bagi pertumbuhan yang lainnya sangat diperlukan. Melalui Center for Entrepreneurship Development, Prasetiya Mulya Business School (PMBS) berupaya ikut mendorong pengembangan pendidikan kewirausahaan sebagai sumbangan bagi kemajuan dan kemandirian bangsa untuk melahirkan generasi wirausaha yang kuat dan mumpuni.

Hal tersebut dibuktikan oleh PMBS sejak 2005. Setelah bertahun-tahun membuka Program S2 (Magister Manajemen), PMBS pun akhirnya membuka Program S1 Bisnis. Dengan hadirnya program ini, pelajar Indonesia yang ingin mengenal lebih jauh sekolah bisnis tidak perlu pergi ke luar negeri.

Para mahasiswa akan diberi pengetahuan kuat dan juga keterampilan untuk menjawab tantangan di dunia bisnis. Untuk tujuan itu, mereka akan dididik dalam tiga hal, yaitu diberi pengetahuan bisnis yang kuat dan ditransformasikan ke dalam kerangka berpikirnya.

Selanjutnya, mahasiswa diberi pengetahuan tentang penanaman karakter berbisnis (entrepreneurship) yang kuat, baik itu keberanian menempuh risiko, analisis, komunikasi, dan kepemimpinan. Terakhir, mahasiswa akan dibekali materi peningkatan kepekaan sosial melalui program dan kegiatan community development.

Semester "Pebisnis"
Sejak mengawali perkuliahan di semester pertama, mahasiswa telah dirangsang untuk mencari peluang bisnis. Di semester ketiga, ide atau berbagai usulan bisnis para mahasiswa tersebut lalu dikompetisikan untuk memperoleh enam kelompok mahasiswa terbaik.

Jangan girang dulu. Kelompok pemenang lalu dipinjami dana oleh sekolah. Di semester empat, dana itu akan mereka gunakan untuk menggerakkan sebuah usaha atau bisnis.

Ya, para mahasiswa akan melakoni tugas itu laiknya para pebisnis profesional. Semua mereka kerjakan dari nol, mulai dari sisi model pengelolaan bisnisnya, manajemen pemasarannya, hingga pengelolaan sumber daya manusianya (SDM).

Kritis dan obyektif. Pada tiga minggu sekali, para "pebisnis" juga harus melaporkan perkembangan bisnisnya di hadapan para staf pengajar, yang dalam hal ini bertindak sebagai "Dewan Direksi".

Kiranya, pola pendidikan semacam itu cukup menarik dijadikan kesempatan bagi para mahasiswa menempa diri sebagai wirausahawan. Dilandasi semangat dan nilai-nilai sosial kemasyarakatan, para mahasiswa juga tidak semata akan mengenal dunia bisnis. Namun, PMBS juga akan mewajibkan mereka bekerja di lembaga-lembaga atau yayasan sosial, seperti panti jompo, panti asuhan, dan instansi.

Selain itu, mahasiswa juga akan diterjunkan ke desa-desa. Mereka turun langsung bersama ke tengah-tengah masyarakat. Tugas utama mereka di sini adalah membantu menciptakan bisnis bagi masyarakat setempat.

Dengan model proses belajar-mengajar semacam itu, PMBS tentu bukan bermaksud hanya mencetak calon-calon pebisnis Indonesia yang tangguh, melainkan juga berjiwa sosial tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar